Wednesday, October 10, 2018

Pandangan mengenai Anak Jalanan

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak luput dari berbagi interaksi antar sesama. lihatlah kepada orang yang lebih rendah dari kalian, dan jangan melihat orang yang di atas kalian. Melihat ke bawah akan membuat kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang diberikan-Nya kepada kalian (HR. Muslim).
Mengkaji berbagai persoalan sosial sebenarnya banyak sekali yang kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, contoh yang akan saya bahas kali ini adalah "Pandangan mengenai Anak Jalanan".
seringkali kita merasa sekedari simpati bukan empati yang kita pikirkan hanya karena merasa terbebani dengan masalah-masalah yang sebagian kecil menimpa individu, sampai kita kurang begitu peduli dengan hal-hal yang sering kali kita lihat. Persoalan anak jalanan kini kian marak akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan. 
Berbagai kota besar, nyaris di setiap perempatan atau lampu merah dengan mudah disaksikan jumlah anak jalanan terus tumbuh dan berkembang, meski sebenarnya sudah cukup banyak upaya dilakukan, baik oleh pemerintah maupun LSM, untuk mengurangi jumlah anak yang hidup di jalanan. Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Depok mencatat jumlah anak terlantar di Depok meningkat yakni tahun 2012 sebanyak 49 anak sementara tahun 2011 hanya 30 anak.
Kasi Neraca Wilayah dan Analisis BPS Kota Depok Bambang dalam (Sindonews: 2013) mengatakan, kebanyakan anak-anak terlantar disebabkan adanya faktor ekonomi keluarga. Namun ada pula yang disebabkan karena mereka lebih senang hidup di jalanan.
Anak Jalanan di Kota Depok memang kebanyakan adalah pendatang, Bambang dalam (Sindonews: 2013) menambahkan, untuk jumlah anak jalanan, cenderung turun karena adanya program razia yang gelar dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Tahun 2012 hanya ada 336 anjal menurun dari tahun 2011 yakni 430 anjal. Bagi anak-anak jalanan, keterlibatan mereka dalam perekonomian sektor informal biasanya membuahkan rasa bangga dan layak karena kemampuannya menyumbang kepada kelangsungan hidup keluarganya. Contohnya bekerja sebagai pedagang asongan di stasiun, terminal, menjajakan koran, menyemir sepatu, mencari barang bekas atau sampah, mengamen diperempatan lampu merah, tukang lap mobil, ojek payung, dan tidak jarang pula ada anak-anak jalanan yang terlibat pada jenis pekerjaan berbau kriminal. Seperti pekerja anak pada umumnya, anak jalanan tak jarang mulai hidup di jalanan pada usia yang sangat belia. Namun hal ini juga terbukti pada akhirnya menghilangkan minat anak pada sekolah karena keinginan untuk mendapatkan uang lebih banyak.
Hak anak jalanan salah satunya adalah memperoleh pendidikan yang layak seperti yang tertera pada Undang-Undang Pasal 31 ayat (1) bahwa pendidikan merupakan hak bagi setiap warga Negara. Tetapi untuk menangani permasalahan anak jalanan harus diakui bukanlah hal yang mudah. Selama ini, berbagai upaya sebenarnya telah dilakukan, baik oleh LSM, pemerintah, organisasi profesi, dan sosial maupun orang per orang untuk membantu anak jalanan keluar atau paling tidak sedikit mengurangi penderitaan mereka.
Dalam Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia disebutkan dan diakui bahwa anak-anak pada hakikatnya berhak untuk memperoleh pendidikan yang layak dan mereka seyogianya tidak terlibat dalam aktivitas ekonomi secara dini seperti yang tertuang dalam menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Namun, karena semuanya dilakukan secara temporer, segmenter, dan terpisah, maka hasilnya pun kurang maksimal.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pendidikan anak jalanan bahwa peran serta relawan dalam pembelajaran keterampilan hidup sangat berperan dalam pembentukan kinerja motorik, afektif, dan kognitif anak. Menurut Taksonomy Bloom yang diterjemahkan oleh (Utari, Retno 2016: 3), kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang berkaitan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. 
Faktor dasar yang berpengaruh menonjol pada kemampuan kognitif dapat dibedakan dalam bentuk lingkungan alamiah dan lingkungan yang dibuat. Tujuan afektif mengenai perkembangan sikap, perasaan, nilai-nilai yang disebut juga perkembangan moral. Sedangkan tujuan psikomotorik adalah menyangkut perkembangan keterampilan yang mengandung unsur-unsur motorik sehingga anak mengalami perkembangan yang maju dan positif.
Kemampuan kognitif anak jalanan dalam pembelajaran yaitu anak bukan hanya memperoleh ilmu akademik saja tetapi juga non akademik sedangkan kemampuan afektif, anak banyak memperoleh ilmu bagaimana cara menghargai orang yang lebih tua, menghargai karya sendiri maupun orang lain, dan lain sebagainya. Kemampuan motorik adalah kemampuan yang sangat berperan dalam pembentukan perkembangan murid mulai dari penguasaan teknik dan prosedur dalam pembuatan sebuah keterampilan. Misalnya dalam pembelajaran life skill membuat manik-manik, tempat sampah yang hasilnya akan dijual untuk kesinambungan dalam pembelian alat serta bahan untuk pembelajaran berikutnya.
Anak jalanan di salah satu sekolah X termasuk kedalam kelompok children on the street yang dinyatakan oleh Suyanto (2010: 201) yakni, anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalan, namun masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua mereka. Sebagaian penghasilan mereka di jalan diberikan kepada orangtuanya. Dari beberapa data yang diperoleh anak jalanan dalam aktivitas sehari-hari mereka melakukan kegiatan rutinitas yaitu memulai pagi hari dengan bersekolah, siang harinya mereka melakukan aktivitas seperti mengaji, membantu orangtua dalam artian melakukan pekerjaan yang seharusnya belum kewajiban mereka seperti, berjualan tisu, berjualan kantong plastik, memulung dll, ketika malam mereka pulang dengan membawa hasil jerih payah mereka. Ada pula ketika waktu menjelang malam mereka baru melakukan aktivitas mereka di jalanan sampai larut malam. Tidak disangka apa yang mereka lakukan adalah hasil kemauan mereka sendiri untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, dikarenakan kurangnya kebutuhan mereka.
Mengenai SDM adalah kurangnya pemahaman guru mengenai ilmu mengajar sebab guru mayoritas berlatarbelakang sebagai ibu rumah tangga. Faktor dari fasilitas yaitu alat dan bahan yang digunakan dalam pembelajaran life skill kurang memadai, karena guru yang menyediakan bahan memakai tabungan mereka pribadi. Faktor dari lingkungan keluarga yaitu kurangnya peran orangtua. Karena pada dasarnya keluarga, sekolah, dan masyarakat adalah satu keutuhan lingkungan yang tidak bisa dilepaskan pada aktivitas anak-anak. Lingkungan keluarga yaitu orangtua yang kurang peduli terhadap perkembangan serta kebutuhan anak.
Temuan penelitian mengenai relawan di sekolah X adalah sekolah tidak menuntut ketentuan apa-apa mengenai kriteria relawan yang harus mengajar di sekolah tersebut dikarenakan memang kurangnya Sumber Daya Manusia terutama untuk guru, sekolah hanya mengharapkan bagi setiap guru untuk konsisten dalam mengajar serta mendidik murid agar pembelajaran dapat berjalan dengan lancar. Mereka menganggap sebuah tantangan untuk mengajar dan menjadikan murid mereka menjadi lebih bisa. Walaupun tidak ada upah yang mereka terima disetiap bulannya, tapi mereka ikhlas untuk mengajar serta mendidik anak-anak.
Guru relawan ada juga yang hanya mengajar satu minggu sekali, mereka kurang begitu mengenal kondisi setiap murid di karenakan mereka tidak selalu ada di sekolah, terkadang waktu mereka mengajar seminggu sekali pun hanya satu kelas atau ada halangan untuk mengajar. Menjadikan murid tidak selalu belajar pembelajaran. Mengenai peran guru relawan dalam pembelajaran terlihat dari adanya kontribusi relawan dalam bentuk materi maupun non materi dalam artian tenaga. 
Menurut Irene (2008: 36) relawan adalah seorang atau sekelompok orang yang secara ikhlas karena panggilan nuraninya memberikan apa yang dimilikinya (pikiran, tenaga, waktu, harta, dan yang lainnya) kepada masyarakat sebagai perwujudan tanggung jawab sosialnya tanpa mengharapkan pamrih baik berupa imbalan (upah), kedudukan, kekuasaan, ataupun kepentingan maupun karir. Kadang kala relawan datang membantu untuk mengajar seperti mahasiswa, mereka pun tidak bertahan lama. Kondisi tersebut berdampak pada terhambatnya proses pembelajaran murid.
Kondisi yang telah dipaparkan adalah salah satu dari berbagai sudut pandang mengenai ekonomi anak jalanan dan peran serta relawan dalam memberikan loyalitas terhadap masalah sosial yang kian serta mengkhawatirkan.

No comments:

Post a Comment