Friday, October 12, 2018

Pekerja Anak

Pekerja Anak
Pengertian pekerja atau buruh anak sendiri secara umum adalah anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk orang tuanya, untuk orang lain, atau untuk dirinya sendiri yang membutuhkan sejumlah besar waktu, dengan menerima imbalan atau tidak. Memang, menurut UU Nomor 25/1997 tentang Ketenagakerjaan tepatnya ayat 20 disebutkan bahwa yang dimaksud anak adalah orang laki-laki atau wanita yang berumur kurang dari 15 tahun.Tetapi, kalau mengacu pada KHA dan Konvensi ILO, maka yang disebut pekerja anak sesungguhnya adalah mereka yang berusia di bawah 18 tahun. Selain bekerja sendiri dan membantu keluarga, pada komunitas tertentu misalnya sektor pertanian, perikanan, dan idustri kerajinan sejak kecil anak-anak biasanya sudah dididik untuk bekerja (Putranto, 1994).
Dalam banyak kasus, di kalangan keluarga miskin anak-anak biasanya bekerja demi meningkatkan penghasilan keluarga atau rumah tangganya.


          Hubungan kerja yang diterapkan pada pekerja anak ada bermacam-macam bentuk. Sebagai buruh, anak-anak menerima imbalan atau upah untuk pekerjaannya.Untuk pekerja anak yang magang mereka ada yang dibayar dan ada yang tidak dibayar. Sedangkan sebagai tenaga kerja keluarga umumnya anak-anak tidak dibayar (Tjandranningsih, 1995).
1)    Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Bab I Pasal I ayat 2 menyatakan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu bekerja untuk menghasilkan barang atau jasa, baik untuk subsisten dan untuk masyarakat.
2)    Menurut Dr.A.Hamzah SH
Tenaga kerja, termasuk kerja didalam atau diluar hubungan kerja dengan peralatan produksi utama dalam produksi proses kerja itu sendiri, baik kekuatan fisik dan pikiran.
3)    Dr. Payaman dikutip A.Hamzah (1990)
Tenaga kerja adalah produk yang telah atau sedang bekerja. Atau mencari pekerjaan, dan melakukan pekerjaan lainnya.
4)    Menurut Undang-Undang Pokok Ketenagakerjaan Nomor 14 Tahun 1969.Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu bekerja baik didalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam hubungan ini, pembentukan tenaga kerja adalah untuk meningkatkan efektivitas kemampuan untuk melakukan pekerjaan itu.

Kemampuan Kognitif

Pengertian kemampuan Kognitif
               Pengertian Kemampuan Kognitif
1)          Dalam arti yang luas Neisser menjelaskan, cognition (kognisi) ialah perolehan, penataan dan penggunaan pengetahuan.
2)          Menurut Chaplin hal tersebut meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesenjangan dan keyakinan. Ranah kejiwaan yang berpusat di otak ini juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi (perasaan) yang bertalian dengan ranah rasa.
3)          Menurut Susanto, kognitif adalah suatu proses berfikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan (intelegensi) yang menandai seseorang dengan berbagai minat terutama sekali ditunjukan kepada ide-ide dan belajar.
4)          Piaget dalam Allen (2010: 29) menyatakan perkembangan perkembangan kognitif adalah proses interaksi yang berlangsung antara anak dan pandangan perseptual terhadap sebuah benda atau kejadian disuatu lingkungan.
5)          Menurut Benjamin S. Bloom pada tahun 1956. Ranah kognitif , yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berfikir.
Ranah kognitif adalah ranah yang mencangkup kegiatan mental otak . segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Ranah kognitif memiliki enam jenjang atau aspek, yaitu:
1)    Pengetahuan atau hafalan atau ingatan (knowledge)
Hafalan adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, rumus-rumus, dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya. Pengetahuan atau ingatan adalah proses berfikir yang paling rendah.
2)    Pemahaman (comprehension)
Pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seseorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri.
Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berfikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.
3)    Penerapan (application)
Penerapan adalah kemampuan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori, dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. Penerapan ini adalah proses berfikir setingkat lebih tinggri ketimbang pemahaman.
4)    Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya. Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi.
5)    Sintesis (syntesis)
Sintesis adalah kemampuan berfikir yang merupakan kebalikan dari proses berfikir analisis.
Sintesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang berstruktur atau berbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi dari pada jenjang analisis.
6)    Penilaian/penghargaan atau evaluasi (evaluation)
Penilaian adalah jenjang berfikir paling tinggi dalam ranah kognitif dalam taksonomi bloom. Penilaian disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu kondisi, nilai atau ide.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kognitif adalah semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengelolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan.
Tujan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah nyang menuntut siswa untuk menghubungkan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode, atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut.Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ketingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi.

Wednesday, October 10, 2018

Pandangan mengenai Anak Jalanan

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak luput dari berbagi interaksi antar sesama. lihatlah kepada orang yang lebih rendah dari kalian, dan jangan melihat orang yang di atas kalian. Melihat ke bawah akan membuat kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang diberikan-Nya kepada kalian (HR. Muslim).
Mengkaji berbagai persoalan sosial sebenarnya banyak sekali yang kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, contoh yang akan saya bahas kali ini adalah "Pandangan mengenai Anak Jalanan".
seringkali kita merasa sekedari simpati bukan empati yang kita pikirkan hanya karena merasa terbebani dengan masalah-masalah yang sebagian kecil menimpa individu, sampai kita kurang begitu peduli dengan hal-hal yang sering kali kita lihat. Persoalan anak jalanan kini kian marak akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan. 
Berbagai kota besar, nyaris di setiap perempatan atau lampu merah dengan mudah disaksikan jumlah anak jalanan terus tumbuh dan berkembang, meski sebenarnya sudah cukup banyak upaya dilakukan, baik oleh pemerintah maupun LSM, untuk mengurangi jumlah anak yang hidup di jalanan. Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Depok mencatat jumlah anak terlantar di Depok meningkat yakni tahun 2012 sebanyak 49 anak sementara tahun 2011 hanya 30 anak.
Kasi Neraca Wilayah dan Analisis BPS Kota Depok Bambang dalam (Sindonews: 2013) mengatakan, kebanyakan anak-anak terlantar disebabkan adanya faktor ekonomi keluarga. Namun ada pula yang disebabkan karena mereka lebih senang hidup di jalanan.
Anak Jalanan di Kota Depok memang kebanyakan adalah pendatang, Bambang dalam (Sindonews: 2013) menambahkan, untuk jumlah anak jalanan, cenderung turun karena adanya program razia yang gelar dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Tahun 2012 hanya ada 336 anjal menurun dari tahun 2011 yakni 430 anjal. Bagi anak-anak jalanan, keterlibatan mereka dalam perekonomian sektor informal biasanya membuahkan rasa bangga dan layak karena kemampuannya menyumbang kepada kelangsungan hidup keluarganya. Contohnya bekerja sebagai pedagang asongan di stasiun, terminal, menjajakan koran, menyemir sepatu, mencari barang bekas atau sampah, mengamen diperempatan lampu merah, tukang lap mobil, ojek payung, dan tidak jarang pula ada anak-anak jalanan yang terlibat pada jenis pekerjaan berbau kriminal. Seperti pekerja anak pada umumnya, anak jalanan tak jarang mulai hidup di jalanan pada usia yang sangat belia. Namun hal ini juga terbukti pada akhirnya menghilangkan minat anak pada sekolah karena keinginan untuk mendapatkan uang lebih banyak.
Hak anak jalanan salah satunya adalah memperoleh pendidikan yang layak seperti yang tertera pada Undang-Undang Pasal 31 ayat (1) bahwa pendidikan merupakan hak bagi setiap warga Negara. Tetapi untuk menangani permasalahan anak jalanan harus diakui bukanlah hal yang mudah. Selama ini, berbagai upaya sebenarnya telah dilakukan, baik oleh LSM, pemerintah, organisasi profesi, dan sosial maupun orang per orang untuk membantu anak jalanan keluar atau paling tidak sedikit mengurangi penderitaan mereka.
Dalam Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia disebutkan dan diakui bahwa anak-anak pada hakikatnya berhak untuk memperoleh pendidikan yang layak dan mereka seyogianya tidak terlibat dalam aktivitas ekonomi secara dini seperti yang tertuang dalam menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Namun, karena semuanya dilakukan secara temporer, segmenter, dan terpisah, maka hasilnya pun kurang maksimal.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pendidikan anak jalanan bahwa peran serta relawan dalam pembelajaran keterampilan hidup sangat berperan dalam pembentukan kinerja motorik, afektif, dan kognitif anak. Menurut Taksonomy Bloom yang diterjemahkan oleh (Utari, Retno 2016: 3), kemampuan kognitif merupakan kemampuan yang berkaitan dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. 
Faktor dasar yang berpengaruh menonjol pada kemampuan kognitif dapat dibedakan dalam bentuk lingkungan alamiah dan lingkungan yang dibuat. Tujuan afektif mengenai perkembangan sikap, perasaan, nilai-nilai yang disebut juga perkembangan moral. Sedangkan tujuan psikomotorik adalah menyangkut perkembangan keterampilan yang mengandung unsur-unsur motorik sehingga anak mengalami perkembangan yang maju dan positif.
Kemampuan kognitif anak jalanan dalam pembelajaran yaitu anak bukan hanya memperoleh ilmu akademik saja tetapi juga non akademik sedangkan kemampuan afektif, anak banyak memperoleh ilmu bagaimana cara menghargai orang yang lebih tua, menghargai karya sendiri maupun orang lain, dan lain sebagainya. Kemampuan motorik adalah kemampuan yang sangat berperan dalam pembentukan perkembangan murid mulai dari penguasaan teknik dan prosedur dalam pembuatan sebuah keterampilan. Misalnya dalam pembelajaran life skill membuat manik-manik, tempat sampah yang hasilnya akan dijual untuk kesinambungan dalam pembelian alat serta bahan untuk pembelajaran berikutnya.
Anak jalanan di salah satu sekolah X termasuk kedalam kelompok children on the street yang dinyatakan oleh Suyanto (2010: 201) yakni, anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalan, namun masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua mereka. Sebagaian penghasilan mereka di jalan diberikan kepada orangtuanya. Dari beberapa data yang diperoleh anak jalanan dalam aktivitas sehari-hari mereka melakukan kegiatan rutinitas yaitu memulai pagi hari dengan bersekolah, siang harinya mereka melakukan aktivitas seperti mengaji, membantu orangtua dalam artian melakukan pekerjaan yang seharusnya belum kewajiban mereka seperti, berjualan tisu, berjualan kantong plastik, memulung dll, ketika malam mereka pulang dengan membawa hasil jerih payah mereka. Ada pula ketika waktu menjelang malam mereka baru melakukan aktivitas mereka di jalanan sampai larut malam. Tidak disangka apa yang mereka lakukan adalah hasil kemauan mereka sendiri untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, dikarenakan kurangnya kebutuhan mereka.
Mengenai SDM adalah kurangnya pemahaman guru mengenai ilmu mengajar sebab guru mayoritas berlatarbelakang sebagai ibu rumah tangga. Faktor dari fasilitas yaitu alat dan bahan yang digunakan dalam pembelajaran life skill kurang memadai, karena guru yang menyediakan bahan memakai tabungan mereka pribadi. Faktor dari lingkungan keluarga yaitu kurangnya peran orangtua. Karena pada dasarnya keluarga, sekolah, dan masyarakat adalah satu keutuhan lingkungan yang tidak bisa dilepaskan pada aktivitas anak-anak. Lingkungan keluarga yaitu orangtua yang kurang peduli terhadap perkembangan serta kebutuhan anak.
Temuan penelitian mengenai relawan di sekolah X adalah sekolah tidak menuntut ketentuan apa-apa mengenai kriteria relawan yang harus mengajar di sekolah tersebut dikarenakan memang kurangnya Sumber Daya Manusia terutama untuk guru, sekolah hanya mengharapkan bagi setiap guru untuk konsisten dalam mengajar serta mendidik murid agar pembelajaran dapat berjalan dengan lancar. Mereka menganggap sebuah tantangan untuk mengajar dan menjadikan murid mereka menjadi lebih bisa. Walaupun tidak ada upah yang mereka terima disetiap bulannya, tapi mereka ikhlas untuk mengajar serta mendidik anak-anak.
Guru relawan ada juga yang hanya mengajar satu minggu sekali, mereka kurang begitu mengenal kondisi setiap murid di karenakan mereka tidak selalu ada di sekolah, terkadang waktu mereka mengajar seminggu sekali pun hanya satu kelas atau ada halangan untuk mengajar. Menjadikan murid tidak selalu belajar pembelajaran. Mengenai peran guru relawan dalam pembelajaran terlihat dari adanya kontribusi relawan dalam bentuk materi maupun non materi dalam artian tenaga. 
Menurut Irene (2008: 36) relawan adalah seorang atau sekelompok orang yang secara ikhlas karena panggilan nuraninya memberikan apa yang dimilikinya (pikiran, tenaga, waktu, harta, dan yang lainnya) kepada masyarakat sebagai perwujudan tanggung jawab sosialnya tanpa mengharapkan pamrih baik berupa imbalan (upah), kedudukan, kekuasaan, ataupun kepentingan maupun karir. Kadang kala relawan datang membantu untuk mengajar seperti mahasiswa, mereka pun tidak bertahan lama. Kondisi tersebut berdampak pada terhambatnya proses pembelajaran murid.
Kondisi yang telah dipaparkan adalah salah satu dari berbagai sudut pandang mengenai ekonomi anak jalanan dan peran serta relawan dalam memberikan loyalitas terhadap masalah sosial yang kian serta mengkhawatirkan.

Anak Jalanan


Anak jalanan, tekyan, arek kere, anak gelandangan atau kadang disebut juga secara eufemistis sebagai anak mandiri usulan Rano Karno tatkala ia menjabat sebagai Duta Besar UNICEF dalam Suyanto (2010: 199), sesungguhnya mereka adalah anak-anak yang tersisih, marginal, dan teralienasi dari perlakuan kasih sayang karena kebanyakan dalam usia yang relatif dini sudah harus berhadapan dengan lingkungan kota yang keras, dan bahkan sangat tidak bersahabat. Mulandar dalam Suyanto (2010: 212) anak jalanan pada dasarnya adalah anak-anak marginal di perkotaan yang mengalami proses dehumanisasi. Mereka bukan saja harus mampu bertahan hidup dalam suasana kehidupan kota yang keras, tidak bersahabat dan tidak kondusif bagi proses tumbuh kembang anak. Di berbagai sudut kota, sering terjadi, anak jalanan harus bertahan hidup dengan cara-cara yang secara sosial kurang atau bahkan tidak dapat diterima masyarakat umum. Sekedar untuk menghilangkan rasa lapar dan keterpaksaan untuk membantu keluarganya. Tidak jarang pula mereka dicap sebagai pengganggu ketertiban dan membuat kota menjadi kotor, sehingga yang namanya razia atau penggarukan bukan lagi hal yang mengagetkan mereka.
Suyanto (2010: 200) mengatakan marginal, rentan, dan eksploitatif adalah istilah-istilah yang sangat tepat untuk menggambarkan kondisi dan kehidupan anak jalanan. Marginal karena mereka melakukan jenis pekerjaan yang tidak jelas jenjang kariernya, kurang dihargai, dan umumnya juga tidak menjanjikan prospek apapun di masa depan. Rentan karena risiko yang harus ditanggung akibat jam kerja yang sangat panjang benar-benar dari segi kesehatan maupun sosial sangat rawan. Adapun disebut eksploitatif karena mereka biasanya memiliki posisi tawar-menawar (bargaining position) yang sangat lemah, tersubordinasi, dan cenderung menjadi objek perlakuan yang sewenang-wenang dari ulah preman atau oknum aparat yang tidak bertanggung jawab.
Definisi diatas, penulis menyimpulkan bahwa, anak jalanan merupakan anak yang hidup di kota besar dan melakukan jenis pekerjaan yang tidak menentu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
b.     Pengelompokkan Anak Jalanan
Pekerja anak (child labour), anak jalanan sendiri sebenarnya bukanlah kelompok yang homogen. Farid dalam Suyanto (2010: 200). Mereka cukup beragam, dan dapat dibedakan atas dasar pekerjaannya, hubungannya dengan orang tua atau orang dewasa terdekat, waktu dan jenis kegiatannya di jalanan, serta jenis kelaminnya. Menurut Surbakti dkk, dalam Suyanto (2010: 200), berdasarkan hasil kajian di lapangan, secara garis besar anak jalanan dibedakan dalam tiga kelompok.
1)       Children on the street, yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalan, namun masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua mereka. Sebagian penghasilan mereka di jalan diberikan kepada orang tuanya Soedijar dan Sanusi dalam Suyanto (2010: 201). Fungsi anak jalanan pada kategori ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua orang tuanya.
2)       Children of the street, yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa diantara mereka masih mempunyai hubungan dengan orang tuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka tidak menentu. Banyak di antara mereka adalah anak-anak pada kategori ini sangat rawan terhadap perlakuan salah, baik secara sosial-emosional, fisik maupun seksual.
3)       Children from families of the street, yakni anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan. Walaupun anak-anak ini mempunyai hubungan kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka terombang-ambing dari satu tempat ke tempat yang lain dengan segala risikonya. Salah satu ciri penting dari kategori ini adalah pemampangan kehidupan jalanan sejak anak masih bayi bahkan sejak masih dalam kandungan.  Di Indonesia, kategori ini dengan mudah ditemui di berbagai kolong jembatan, rumah-rumah liar sepanjang rel kereta api, dan sebagainya. Walaupun secara kuantitatif jumlahnya belum diketahui secara pasti.
Menurut penulis anak jalanan adalah anak-anak marginal yang tertinggal, mereka hidup di tengah perkotaan dan melakukan jenis pekerjaan untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, serta membantu perekonomian keluarga. Mereka biasanya mudah ditemui di berbagai pinggir jalan maupun lampu lalu lintas. Sedangkan murid di SD master Depok termasuk ke dalam kelompok anak jalanan Children on the street.

Pengertian Guru

Pengertian Guru
     Guru merupakan salah satu komponen yang sangat berpengaruh pada proses pembelajaran, karena guru memegang peranan yang sangat penting antara lain menyiapkan materi pembelajaran, menyampaikan materi pembelajaran, serta mengatur semua kegiatan belajar mengajar dalam proses pembelajaran. Kasyadi (2014: 1) guru merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan, sebab inti kegiatan pendidikan di sekolah adalah belajar mengajar yang memerlukan peran guru di dalamnya memang harus diakui maraknya arus informasi dewasa ini. Lantaran tanggung jawab dari profesi guru tidak berhenti pada selesai ia mengajar. Menurut Djamarah (2010: 28) guru adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan anak didik. Penyampaian materi pembelajaran hanyalah merupakan salah satu dari berbagai kegiatan dalam belajar sebagai suatu proses yang dinamis dalam fase dan proses perkembangan murid.
     Menurut Edwinta (2010: 8) guru adalah profesi yang dikenal sebagai pemberi keterangan, penjelas, pendidik, pembimbing, menjadi dan pemberi contoh, yang dapat memberi perubahan bagi anak didik ke arah yang lebih baik dari segala dimensi, yang mampu mengembangkan beragam sisi kecerdasan dan akhlak sebagai pembentuk karakter dan kepribadian anak. 
       Menurut Sutikno (2013: 41) guru adalah suatu profesi. Sebelum ia bekerja sebagai guru, terlebih dahulu dididik dalam suatu lembaga pendidikan keguruan. Dalam lembaga pendidikan tersebut ia bukan hanya belajar ilmu pengetahuan atau bidang studi yang akan belajarkan, ilmu dan metode membelajarkan, tetapi juga dibina agar memiliki kepribadian sebagai guru. 
Menurut Sardiman (2014: 125), guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunanJadi menurut penulis guru adalah seorang pendidik dan pengajar yang mempunyai tanggung jawab begitu besar untuk menjadikan penerus bangsa yang berakhlak dan dapat memajukan bangsa.